Pengertian Hak
- Kata “hak” secara etimologi berasal dari bahasa Arab “haqq” yang
mempunyai berbagai macam arti, seperti milik, ketetapan, dan kepastian.
- Secara terminologi, menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa:
hak adalah sebuah keistimewaan yang dengannya syara’ menetapkan
sebuah kewenangan (otoritas) atau sebuah beban (taklif)”.
- Ibn Nujaim—tokoh fiqh Hanafi–: اختصاص حاجز “Suatu kekhususan yang terlindung”.
- Definisi diatas mencakup berbagai macam hak, seperti hak Allahterhadap hamba-Nya (shalat, puasa), hak-hak yang menyangkutperkawinan, hak-hak umum (hak negara, hak kehartabendaan, danhak-hak non-materi seperti hak perwalian).
- Sumber hak itu adalah syara’ (Allah), bukan manusia ataupun alam.
-
Untuk mendapatkan hak ada sebabnya baik yang langsung dari syara’atau sebab lain yang diakui syara'.Sumber Hak1.syara, seperti berbagai ibadah;2.akad seperti perjanjian perdagangan;3.kehendak pribadi seperti janji dan nadzar;4.perbuatan yang bermanfaat seperti melunasi hutang; dan5.perbuatan yang menimbulkan madharat pada orang lain, sepertimewajibkan ganti rugi karena kelalaiannya dalam memakai barangmilik orang lain.Macam-macam Hak dari Segi PemilikHak Allah: hak yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyembah dan mengabdi, dan menegakkan shari’at-Nya.Hak Manusia (Hak Anak Adam): hak yang dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan seseorang. Bisa bersifat umum, seperti menjaga kesehatan, merawat anak, harta benda, mewujudkan rasa aman, mencegah tindak kriminal, menghilangkan permusuhan dll. Atau bersifat khusus, seperti menjaga kepemilikan, hak penjual atas harga, hak pembeli atas obyek transaksi dll. Hak ini bisa dilepaskan-dimaafkan, diubah, digugurkan, dan diwariskan.Hak Musytarak1.Hak Musytarak: persekutuan hak Allah dan hak anak Adam.Adakalnya hak Allah lebih dimenangkan, begitu juga sebaliknya. Contoh masa iddah istri yang dicerai terdapat dua hak.2.Hak Allah dimenangkan: hak Allah menjaga percampuran nasab,dan hak manusia berupa menjaga nasab anaknya. Menjagapercampuran nasab memiliki manfaat lebih.3.Hak anak adam dimenangkan: hak qishas bagi wali orang yangterbunuh. Hak Allah berupa membebaskan masyarakat dari tindakkriminal. Hak wali berupa menghilangkan rasa jengkel, sertamenenangkan hatinya dengan matinya orang yang membunuh.4.Haqq mali—al-huquq al-maliyah, adalah hak yang terkait dengankehartabendaan dan manfaat, seperti hak penjual terhadap hargabarang yang dijual dan hak penyewa terhadap sewaannya. Sedangkanhaqq ghair mali adalah hak yang tidak terkait dengankehartabendaan, seperti hak qisas, seluruh hak dasar manusia, hakwanita dalam talak karena suaminya tidak memberi nafkah, haksuami mentalak istri karena mandul, hak hadanah, hak perwalian,dan hak politik.5.Haqq Shakhsi: hak yang ditetapkan shara’ untuk seorang pribadi,berupa kewajiban terhadap orang lain, seperti hak penjual menerimaharga barang dan hak pembeli menerima barang (berkaitan denganhaqq al-intifa).6.Haqq aini adalah hak seseorang yang ditetapkan shara’ terhadap zatsesuatu, sehingga dia memiliki kekuasaan penuh untukmenggunakan dan mengembangkan haknya itu, seperti hak memilikibenda, haqq al-irtifaq, dan hak terhadap benda jaminan.7.Haqq mujarrad adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekasapabila digugurkan melalui perdamaian atau pemaafan. Sepertidalam persoalan hutang, ketika si pemberi hutang membebaskan,maka tidak ada konsekuensi apapun bagi si penghutang.8.Haqq ghair mujarrad jika digugurkan atau dimaafkan masihmeninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan, seperti hakqisas. Apabila ahli waris korban memaafkan, maka pembunuh yangtadinya berhak untuk dibunuh, menjadi tidak berhak lagi dibunuh.9.Haqq diyani adalah hak yang tidak boleh dicampuri(diintervensi)oleh kekuasaan pengadilan. Misalnya dalam persoalan hutang yangtidak bisa dibuktikan oleh pemberi hutang karena tidak cukupnyaalat bukti. Sekalipun tidak dapat dibuktikan di depan pengadilan,tanggung jawab yang berhutang di hadapan Allah tetap ada.10.Haqq Qadha’i adalah seluruh hak yang tunduk di bawah kekuasaan pengadilan, dan pemilik hak itu mampu untuk menuntut dan membuktikannya di depan hakim.11.Perbedaan keduanya terletak pada persoalan zahir dan batin. Hakim hanya menangani hak-hak zahir yang tampak nyata, sedang hak diyani menyangkut persoalan yang tersembunyi dalam hati dan tidak terungkap di depan pengadilan. Atas dasar ini ada kaidah: الحاكم يتولى بالظواهر والله يتولى بالسرائر “Hakim hanya menangani persoalan nyata, sedang Allah akan menangani persoalan yang tersembunyi (yang sebenarnya) dalam hati”HAK IRTIFA’* Haqq al-Irtifaq, disebut milk al-manfaat al-‘aini (pemilikan manfaat materi). Secara terminology haqq al-irtifaq adalah “Hak pemanfaatan benda tidak bergerak, baik benda itu milik pribadi atau milik umum”. Seperti pemanfaatan lahan tetangga untuk jalan dan pemanfaatan sumur tetangga untuk mengambil air minum.* Menurut Wahbah az-Zuhailiy, penyebab timbulnya haqq al-Irtifaq adalah: (1) perserikatan umum atau sejak semula barang tersebut untuk kepentingan umum; (2) Adanya perjanjian atau syarat yang disepakati ketika melakukan transaksi, seperti penjual mensyaratkan bahwa tanah yang dijual masih bisa dilewati bersama; (3) At-Taqadum (kedaluarsa); hak irtifak yang telah berlaku sejak lama (tidak ada yang tahu kapan mulainya.* Haq al-Intifa’ adalah kewenangan memanfaatkan sesuatu yang berada dalam kekuasaan atau milik orang lain, dan kewenangan itu terjadi karena beberapa hal yang disyari’atkan Islam, yaitu pinjam- meminjam, sewa, waqaf, wasiyat manfaat, dan ibahah. Disebut juga dengan milk al-manfaat ash-shakhsi (pemilikan manfaat pribadi), karena kelima sebab tersebut. Karena sebab tersebut juga yang membuat haq al-intifa’ bersifat tidak sempurna (al-milk an-naqis, karena hanya memiliki manfaat saja).* Berakhirnya Haq al-Intifa’adalah (1) Habis masanya; (2) Terjadi kerusakan pada benda, sehingga tidak memungkinkan lagi memanfaatkannya; (3) Meninggalnya pemanfaat. Jika yang mati pemilik? Hanafiyah: berakhir; Syafi’iyyah dan Hanabilah akad yang mengikat bisa diwariskan, tapi kalau tabarru’ berakhir. Malikiyyah, tergantung waktu. Jika ‘nanggung’ menunggu, contoh meminjam tanah untuk berkebun dan belum panen, maka menunggu sampai panen.HAK SYUF’AH
* Syuf’ah berasal dari kata syaf’ yang berarti dhamm ‘percampuran’. (Hak membeli lebih dulu).
*CONTOH: seseorang yang ingin menjual rumah atau kebundidatangi oleh tetangga, teman atau sahabatnya untuk memintasyuf’ah dari apa yang dijualnya. Kemudian ia menjualkankepadanya dengan memprioritaskan yang lebih dekathubungannya daripada yang lebih jauh. Pemohonnya disebutsyafi’.*Dasar hukum syuf’ah adalah sunnah, dan umat Islam telah sepakatakan akan pensyariatannya. Bukhari meriwayatkan dari Jabir ibnAbdullah bahwa Rasulullah saw.menetapkan syuf’ah untuk barangyang pembagian kepemilikannya belum jelas. Apabila telah adabatasan secara jelas dan dapat dibedakan, mereka tidak lagiberlaku syuf’ah.
*Islam mensyari’atkan syuf’ah untuk mencegah kemudharatan danmenghindari permusuhan. Gak kepemilikan syafi’ dari pembelianorang lain (pihak lain) akan dapat mencegah kemungkinan adanyakemudharatan dari orang lainyang baru saja ikut serta.
Antara Hak dan Iltizam
*Substansi hak sebagai taklif atau keharusan yang terbebankanpada pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak, sedangkandari sisi pelaku disebut iltizam.
*Iltizam berarti keharusan atau kewajiban.
*Secara terminologi, iltizam adalah akibat (ikatan) hukum yangmengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, ataumelakukan suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu.
*Pihak yang terbebani oleh hak orang lain dinamakan multazim,sedang pemilik hak dinamakan multazam lahu atau shahibul haq.
Akibat Hukum Suatu Hak
*Pada prinsipnya Islam memberi jaminan perlindungan hak bagi setiap orang. Setiap pemilik hak boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi pelanggaran atau pengrusakan hak, seseorang dapat menuntut ganti rugi atau kompensasi.
*Dalam konteks ibadah (yang merupakan hak Allah), seperti janji Allah memberinikmat surga bagi yang menjalankan ibadah, atau berupa ancaman bagi orang yang meninggalkan.
*Hak anak adam dilindungi dengan norma agama, seperti kewajiban seseorang menghormati orang lain atas harta, dan harga diri. Jika terjadi perselisihan hakim atau pemerintah berkuasa memaksa orang lain untuk memenuhi haknya.
(1)Pelaksanaan dan penuntutan hak;
(3)Penggunaan hak*Pada hakikatnya dalam melaksanakan, menuntut, memelihara, dan menggunakan hak harus sesuai dengan yang dishariatkan. Dalam penggunaan hak tidak boleh merugikan pihak lain. Misalnya membangun rumah, tidak boleh menghalangi akses jalan, cahaya, dan udara untuk tetangganya/orang lain.*Perbuatan yang memberi madharat kepada orang lain, sengaja atau tidak (dalam menggunakan haknya) disebut dengan “ta’assuf fi isti’mal al-haqq”, sedang menggunakan sesuatu yang bukan haknya disebut “ta’addi”.
*Keharaman ta’assuf fi isti’mal al-haqq disebabkan dua hal: (1) penggunaan hak tidak boleh sewenang-wenang, sehingga merugikan orang lain, dan (2). penggunaan hak pribadi tidak hanya untuk kepentingan sendiri, tapi harus mendukung hak-hak masyarakat.Bentuk-bentuk ta’assuf fi isti’mal al-haqq
*Apabila seseorang dalam menggunakan haknya mengakibatkan pelanggaran terhadap hak orang lain/menimbulkan kerugian. Seperti kesewenangan menggunakan hak wasiat (melebihi 1/3 harta).
*Apabila seseorang melakukan perbuatan yang tidak disyariatkan daan tidak sesuai dengan tujuan kemaslahatan hak tersebut. Misal nikah tahlil. (nikah tidak untuk membina keluarga tetapi untuk diceraikan, dan untuk membolehkan mantan suami menikah lagi dengan mantan istri yang ditalak tiga.*Apabila seseorang menggunakan haknya, tetapi menimbulkan kerugian lebih besar bagi orang lain kemaslahatan umum. Misalnya ihtikar (penimbunan).*Apabila seseorang menggunakan haknya tidak sesuai tempatnya atau bertentangan dengan adat kebiasaan sehingga menimbulkan madzarat. Misalnya membunyikan tape yang sangat kencang sehingga mengganggu tetangga, kecuali hal itu telah menjadi budaya misalm acara mantenan.Alternatif Tindakan Mengurangi
Ta’asuf fi Isti’malil Haq*Menghilangkan hal yang menimbulkan madzarat bagi orang lain. Mislanya merbohkan bangunan yang menggangu haq irtifaq (kepentingan umum).*Membayar ganti rugi (kompensasi) sesuai kerugian orang lain.*Membatalkan perbuatan tersebut, misal nikah tahlil.*Memberlakukan sanksi (ta’zir).*Menindak paksa bagi orang yang menimbulkan kerugian.